DAMAI DENGAN MUSIK
Musik menurut Aristoteles mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotisme.
Jumat, 01 Juni 2012
Biografi Yngwie Malmsteen
Nama Lengkap : Lars Johann Yngwie Lannerback
Website Resmi : yngwie.org
Tempat/Tgl Lahir : 30 Juni 1963 di Stockholm, Swedia.
Group Band Saat Ini : Yngwie Malmsteen Band
Group Band Sebelumnya : Steeler, Alcatrazz,
Pengaruh : Niccolo Paganini, Jimi Hendrix, Ritchie Blackmore, J.S.Bach, Antonio Vivaldi, W.A.Mozart,
Gitar : Fender Stratocaster Yngwie Malmsteen Signature Series
Keahlian : Neoclassical, Alternate Picking, Arpeggio, dll.
Yngwie Malmsteen merupakan pelopor yang melahirkan seluruh gitaris shredder yang kami tampilkan di website ini. Setelah Eddie Van Halen (Van Halen) pertama kali membawakan tembang "Eruption" pada tahun 1978 yang memperkenalkan teknik "two handed tapping", Yngwie meluncurkan album klasik baroque shred debutnya "Rising Force" yang mengegerkan komunitas gitar rock, menciptakan standar baru untuk kecepatan & keahlian dalam bermain. Warna "Neo-Classical" yang di bawahkan Yngwie adalah berdasarkan struktur komposisi dari J.S Bach (1685-1750) dan Niccolo Paganini (1782-1840).
Setelah itu muncul para gitaris shredder yang menghasilkan sekian banyak album yang sukses. Hampir setiap minggu muncul gitaris baru yang mengklaim dirinya sebagai gitaris baru yang paling cepat di dunia. Sebagai contoh: Paul Gilbert, Marty Friedman, Jason Becker, Richie Kotzen, Vinnie Moore, Tony Macalpine, Greg Howe, dll. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa Yngwie merupakan pahlawan gitar yang patut diacungi jempol.
Pernikahan ayah Yngwie (seorang kapten tentara) dan ibunya (Rigmor - seniman) diakhiri dengan penceraian tidak lama setelah Yngwie lahir. Di samping itu Yngwie juga memiliki seorang kakak perempuan bernama Ann Louise dan kakak lelaki Bjorn. Yngwie terlahir sebagai anak bungsu yang liar, tidak bisa diatur dan ceria.
Pada awalnya Yngwie mencoba untuk mempelajari piano dan trumpet tetapi ia tidak dapat menguasai alat musik tersebut. Acoustic guitar (gitar bolong) yang dibeli oleh ibunya pada waktu dia berusia 5 tahun juga tidak disentuh Yngwie dan dibiarkan bergelantung di dinding.
Sampai akhirnya pada tgl 18 September 1970, Yngwie melihat sebuah acara spesial mengenai meninggalnya Jimi Hendrix. Di situ Yngwie yang masih 17 tahun tsb menyaksikan bagaimana Jimi Hendrix menghasilkan bunyi feedback guitar dan membakar gitarnya di depan penonton. Pada hari wafatnya Jimi Hendrix tsb lahirlah permainan gitar Yngwie.
Yngwie yang penasaran tersebut kemudian membeli sebuah Fender Stratocaster murah, mencoba memainkan tembangnya Deep Purple dan menghabiskan banyak waktu untuk mengetahui rahasia dari alat instrumen dan musiknya sendiri. Kekaguman Yngwie terhadap Ritchie Blackmore (gitaris Deep Purple) yang dipengaruhi oleh musik klasik dan kekaguman terhadap kakak perempuannya yang sering memainkan komposisi Bach, Vivaldi, Beethoven, dan Mozart, memberikan ide kepada Yngwie untuk menggabungkan musik klasik tersebut dengan musik rock. Yngwie terus bermain seharian penuh sampai tidurpun dia masih tetap bersama gitarnya.
Pada usia 10 tahun, Yngwie menggunakan nama kecil dari ibunya "Malmsteen", mengfokuskan seluruh energi dia dan berhenti bersekolah. Di sekolah Yngwie dikenal sebagai pembuat onar dan sering berantem, tetapi pintar dalam pelajaran bahasa Inggris dan seni. Ibunya yang menyadari bakat musiknya yang unik, mengizinkan Yngwie tinggal di rumah dengan rekaman dan gitarnya. Setelah menyaksikan violinis Gideon Kremer membawakan komposisi Paganini: 24 Caprices di televisi, Yngwie akhirnya mengetahui bagaimana cara mengawinkan musik klasik dengan skill permainan dan karismanya.
Yngwie dan beberapa temannya merekam 3 lagu demo dan dikirim ke studio rekaman CBS Swedia, tetapi rekaman tersebut tidak pernah digubris atau diedarkan. Oleh karena frustasinya, Yngwie menyadari bahwa dia harus meninggalkan Swedia dan mulai mengirimkan demo rekaman dia ke berbagai studio rekaman di luar negeri. Salah satu dari demo tape Yngwie ternyata jatuh ke tangan konstributor Guitar Player dan pemilik Shrapnel Records: Mike Varney. Akhirnya Yngwie mendapat undangan ke Los Angeles untuk bergabung dengan band terbaru Shrapnel: "Steeler" dan seterusnya yang disebut sebagai sejarahnya. Pada bulan February 1983 Yngwie berangkat dari Swedia ke Los Angeles dengan bekal keahlian dan gaya permainan barunya.
Selanjutnya permainan Yngwie dikenal dunia dengan permainannya yang sangat cepat di intro lagu "Hot On Your Heels". Yngwie kemudian pindah ke group band Alcatrazz, sebuah band yang bergaya "Rainbow" dan didirikan oleh penyanyi Graham Bonnett. Walaupun telah bergabung dengan Alcatrazz yang menampilkan sekian banyak solo hebat di lagu "Kree Nakoorie", "Jet to Jet," dan "Hiroshima Mon Amour", Yngwie masih merasa terlalu dibatasi oleh band itu sendiri. Akhirnya Yngwie berpikir bahwa hanya album sololah yang menjadi solusi terbaik.
Album solo pertama Yngwie: Rising Force (kini dinobatkan sebagai kitab musik rock Neo-Classical) berhasil memasuki nomor 60 di tangga Billboard charts untuk musik instrumental gitar tanpa berbau komersil. Album ini juga memenangkan nominasi Grammy untuk Instrumental Rock Terbaik. Tidak lama kemudian Yngwie terpilih sebagai Gitaris Pendatang Baru Terbaik di berbagai majalah dan media, Gitaris Terbaik Tahun Itu, dan Rising Force menjadi Album Terbaik untuk tahun itu juga.
Pada 22 June 1987 mendekati ultah Yngwie yang ke-24, Yngwie mengalami kecelakaan dengan mobil Jaguarnya yang mengakibatkan dia koma hampir seminggu. Penyumbatan darah pada otak Yngwie juga menyebabkan tangan kanannya tidak berfungsi. Karena takut akan karirnya yang akan berakhir itu, Yngwie dengan susah payah mengikuti terapi untuk memulihkan kembali tangan kanannya. Setelah itu Yngwie mendapat cobaan lagi dari kematian ibunya di Swedia akibat penyakit kanker yang menghabiskan banyak biaya medical. Jika Yngwie orang lain, mungkin sudah menyerah dengan nasib seperti itu, tetapi Yngwie justru berubah dan kembali ke musiknya dengan semangat tinggi.
Setelah itu Yngwie meluncurkan album yang laris manis seperti Odyssey, Eclipse, Fire & Ice, Seventh Sign, I Can't Wait, Magnum Opus, Inspiration, Facing the Animal, Alchemy, War To End All Wars dan akhirnya Yngwie berhasil mewujudkan cita-citanya untuk bermain bersama sebuah Orkestra penuh di salah satu album terbarunya: Concerto Suite for Electric Guitar and Orchestra in Eb minor, Op. 1 (tahun 1998).
Ketika merelease albumnya Eclipse (1990), Yngwie sempat tour dan membuat konser yang sukses di Indonesia (Jakarta, Solo, & Surabaya). Rencananya pada bulan July 2001 ini Yngwie juga akan konser kembali di Indonesia, namun dibatalkan karena pemerintah USA & istrinya menasehati Yngwie akan keamanan politik di Indonesia. Padahal tiket Yngwie sudah sempat laku keras di Indonesia, penggemar Yngwie di Indonesia boleh kecewa. Kapan lagi Yngwie akan konser di Indonesia apabila keadaan politik Indonesia masih seperti ini?
Album-album berikutnya adalah Attack!! yang memuat nomor hits instrumental Baroque & Roll. Pada tahun 2003, Yngwie diajak bergabung dalam formasi G3 bersama Joe Satriani dan Steve Vai yang menelurkan 1 album dan 1 video. Setelah selesai tur bersama G3, ia merampungkan album terbarunya Unleash The Fury. Album tersebut direlease diawal taun 2005.
Rabu, 23 Mei 2012
BIOGRAFI RHOMA IRAMA
Raden Haji
Oma Irama atau disingkat Rhoma Irama yang berjuluk Raja Dangdut, lahir
pada tanggal 11 Desember 1946 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia bergelar
raden karena pada kedua orang tuanya mengalir darah bangsawan/ningrat.
Ia merupakan putra kedua dari dua belas bersaudara, yaitu delapan
saudara laki-laki dan empat saudara perempuan (delapan saudara kandung,
dua saudara seibu dan dua saudara bawaan ayah tirinya).
Ayahnya, Raden Burdah Anggawirya merupakan mantan
komandan gerilyawan Garuda Putih pada zaman kemerdekaan. Ia memberi
nama ‘Irama’ karena bersimpati terhadap grup sandiwara asal Jakarta yang
bernama Irama Baru yang pernah diundang untuk menghibur pasukannya di
Tasikmalaya. Ia sangat pandai dalam memainkan alat musik serta
menyanyikan lagu-lagu cianjuran. Sedangkan Ibunya bernama Tuti Juariah,
ia pun merupakan keturunan ningrat dan pandai pula dalam menyanyi,
seperti lagu No Other Love yang sering didengarkan Rhoma sewaktu kecil.
Sebelum
tinggal di Tasikmalaya, keluarganya tinggal di Jakarta dan di kota
inilah, kakaknya Benny Muharram dilahirkan. Sedangkan Rhoma lahir di
Tasikmalaya beberapa saat setelah pindah ke kota tersebut. Setelah
lahir Rhoma, lahir pula adik-adiknya, seperti Handi dan Ance. Setelah
itu, mereka pindah lagi ke Jakarta dan tinggal di Jalan Cicarawa, Bukit
Duri, lalu pindah ke Bukit Duri Tanjakan. Di kota inilah mereka
menghabiskan masa remajanya sampai tahun 1971, lalu pindah ke Tebet.
Semenjak
kecil Rhoma sudah terlihat bakat seninya. Tangisannya terhenti tiap
kali ibundanya, Tuti Juariah menyenandungkan lagu-lagu. Masuk kelas nol
ia sudah mulai menyukai lagu. Minatnya pada lagu semakin besar ketika
masuk sekolah dasar. Menginjak kelas 2 SD ia sudah bisa membawakan lagu-lagu barat dan India dengan baik. Ia suka menyanyikan lagu No Other Love, kesayangan ibunya dan lagu Mera Bilye Buchariajaya yang dinyanyikan oleh Latta Mangeshkar. Selain itu ia juga menikmati lagu-lagu Timur Tengah yang dinyanyikan oleh Umm Kaltsum.
Bakat musiknya mungkin berasal dari ayahnya
yang fasih memainkan seruling dan menyanyikan lagu-lagu cianjuran,
sebuah kesenian khas Sunda. Selain itu, pamannya, Arifin Ganda sering
mengajarkan lagu-lagu Jepang ketika Rhoma masih kecil.
Karena
usia Rhoma yang tidak berbeda jauh dengan kakaknya, mereka selalu
kompak dan pergi berdua-duaan. Berbeda dengan kakaknya yang malas
mengikuti pengajian di surau atau di rumah kyai, Rhoma selalu mengikuti
pengajian dengan tekun. Setiap kali ayah dan ibunya bertanya, apakah
kakaknya ikut mengaji, Rhoma selalu menjawab ‘ya. Berangkat
ke sekolah pun mereka selalu berangkat bersama-sama dengan berboncengan
sepeda. Keduanya bersekolah di SD Kibono, Manggarai.
Ketika
SD, bakat menyanyi Rhoma semakin kelihatan. Rhoma adalah murid yang
paling rajin bila disuruh maju ke depan kelas untuk menyanyi. Uniknya,
Rhoma tidak sama dengan murid-murid yang lain yang sering malu-malu di
depan kelas. Rhoma menyanyi dengan suara keras hingga terdengar sampai
kelas-kelas lain. Perhatian murid-murid semakin besar karena Rhoma tidak
menyanyikan lagu anak-anak maupun lagu kebangsaan, melainkan lagu-lagu
India.
Bakatnya
sebagai penyanyi mendapat perhatian dari penyanyi senior, Bing Slamet
karena terkesan melihat penampilan Rhoma ketika menyanyikan lagu barat
dalam acara pesta di sekolahnya. Suatu hari, ketika Rhoma duduk di kelas
4,
Bing Slamet membawanya tampil dalam sebuah show di Gedung SBKA (Serikat
Buruh Kereta Api) di Manggarai. Ini merupakan pengalaman yang berharga
bagi Rhoma.
Sejak saat itu, meskipun belum berpikir
untuk menjadi penyanyi Rhoma sudah tidak terpisahkan lagi dari musik.
Atas usaha sendiri ia belajar memainkan gitar hingga mahir. Karena
saking tergila-gilanya dengan gitar, Rhoma sering membuat ibunya marah
besar. Setiap kali ia pulang sekolah yang pertama dicarinya adalah
gitar. Begitu pula ketika setiap kali ia keluar rumah hampir selalu
membawa gitar. Pernah suatu kali ibunya menyuruh Rhoma menjaga adiknya,
tetapi Rhoma lebih suka memilih bermain gitar. Akibat ulah tersebut,
ibunya merampas gitarnya lalu melemparkannya ke pohon jambu hingga
pecah. Kejadian itu membuat Rhoma sedih karena gitar adalah teman nomor
satu baginya.
Perkembangan
selanjutnya dalam mempelajari musik ia mulai menyadari bahwa meskipun
ayah dan ibunya pasangan berdarah ningrat yang menyukai musik, tetapi
mereka tetap menganggap bahwa dunia musik bukanlah sesuatu yang patut
dibanggakan atau dijadikan profesi.
Ibunya sering meneriakkan ‘berisik’ setiap kali ia menyanyi dan
beranggapan, bahwa musik akan menghambat sekolahnya. Kenyataan ini
membuat bakat musik Rhoma semakin berkembang di luar rumah karena jika
di rumah ia kurang mendapat dukungan.
Pada saat Rhoma duduk di kelas 5 SD tahun 1958 ayahnya meninggal dunia. Sang ayah meninggalkan delapan anak yaitu:
Benny, Rhoma, Handi, Ance, Dedi, Eni, Herry dan Yayang. Kemudian,
ibunya menikah lagi dengan seorang perwira ABRI, Raden Soma Wijaya yang
masih ada hubungan famili dan juga berdarah ningrat. Ayah tirinya ini
membawa dua anak dari istrinya yang dulu dan setelah menikah dengan ibu
Rhoma memiliki dua anak lagi.
Ketika
ayah kandungnya masih hidup suasana di rumahnya feodal. Bahasa
sehari-hari ayah dan ibunya adalah bahasa Belanda. Segalanya harus serba
teratur dan menggunakan tatakrama tertentu. Para pembantu harus
memanggil anak-anak dengan sebutan ‘Den’ (raden). Anak-anak harus tidur
siang dan makan bersama-sama. Ayahnya juga tak segan-segan menghukum
mereka dengan pukulan jika dianggap melakukan kesalahan, seperti bermain
hujan ataupun membolos sekolah.
Keadaan
keluarga Rhoma di Tebet waktu itu memang tergolong cukup kaya bila
dibandingkan masyarakat sekitar. Rumahnya mentereng dan memiliki
beberapa mobil, seperti, mobil merk Impala, mobil yang tergolong mewah pada waktu itu. Rhoma juga selalu berpakaian bagus dan mahal.
Namun, suasana feodal tersebut tidak ada lagi setelah ayah tirinya hadir di tengah-tengah keluarga mereka. Bahkan,
berkat ayah tiri serta pamannya inilah Rhoma mendapatkan ‘angin’ untuk
menyalurkan bakat musiknya. Secara bertahap ayah tirinya membelikan alat
musik akustik seperti, gitar, bongo, dan sebagainya.
Dunia
Rhoma di masa kanak-kanak rupanya bukan hanya di dunia musik. Rhoma
juga sering adu jotos dengan anak-anak lain. Lingkungan pergaulannya
ketika itu tergolong keras. Anak-anak saat itu cenderung mengelompok
dalam geng dan satu geng dengan geng lainnya saling bermusuhan atau
paling tidak saling bersaingan. Dengan demikian perkelahian antar geng
sering tak terhindarkan.
Bukitduri,
tempat tinggalnya hampir setiap kampung di daerah itu terdapat geng
(kelompok anak muda). Di Bukitduri ada BBC (Bukitduri Boys Club), di
Kenari ada Kenari Boys, Cobra Boys, dan sebagainya. Banyak anak muda
dari Bukitduri Puteran dan dari Manggarai yang bergabung dengan Geng
Cobra. Geng-geng ini saling bermusuhan sehingga keributan selalu hampir
terjadi setiap mereka bertemu.
Satu hal yang cukup menonjol pada diri Rhoma adalah, bahwa teman-temannya
hampir selalu menjadikannya sebagai pemimpin. Tentu saja bila gengnya
bentrok dengan geng lain, Rhoma-lah yang diharapkan tampil di depan
untuk berkelahi. Meskipun pernah menang beberapa kali Rhoma juga sering
mengalami babak belur bahkan luka cukup parah karena dikeroyok 15 anak
di daerah Megaria.
Ketika ia masuk SMP tempat-tempat berlatih silat semakin
marak. Tetapi, bagi Rhoma ilmu bela diri nasional ini tidaklah asing
karena sejak kecil ia sudah dapat latihan dari ayahnya dan beberapa guru
lainnya. Rhoma pernah belajar silat Cingkrik (paduan silat Betawi dan
Cimande) kepada Pak Rohimin di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Rhoma juga
pernah belajar silat Sigundel di jalan Talang, selain beberapa ilmu
silat yang lain. Bila terjadi perkelahian antar geng para anggotanya
saling menjajal ilmu silat yang telah mereka pelajari.
Karena kebandelannya itulah, maka Rhoma beberapa
kali harus tinggal kelas sehingga karena malu maka ia sering berpindah
sekolah. Kelas 3 SMP pernah dijalaninya di Medan, Sumatera Utara ketika
ia dititipkan di rumah pamannya. Tapi, tak berapa lama kemudian, ia
pindah lagi ke SMP Negeri XV Jakarta.
Kenakalan
Rhoma terus berlanjut hingga bangku SMA. Pada waktu bersekolah di SMA
Negeri VIII Jakarta, ia pernah kabur dari kelas lewat jendela karena
ingin bermain musik dengan teman-temannya yang sudah menunggunya di
luar. Kegandrungannya pada musik dan berkelahi di dalam dan luar sekolah
membuatnya sering keluar masuk sekolah SMA. Selain di SMA Negeri VIII
Jakarta, ia juga pernah tercatat sebagai siswa di SMA PSKD Jakarta, SMA St. Joseph di Solo dan akhirnya ia menetap di SMA 17 Agustus Tebet, Jakarta, tak jauh dari rumahnya.
Pada
masa SMA di Solo Rhoma pernah melewati masa-masa sangat pahit. Ia
terpaksa menjadi pengamen di jalanan kota Solo. Di sana ia ditampung di
rumah seorang pengamen yang bernama Mas Gito. Sebenarnya sebelum
terdampar di Solo ia berniat hendak belajar di pesantren Tebu Ireng,
Jombang, Jawa Timur. Namun,
karena tidak membeli karcis Rhoma, Benny (kakaknya) dan tiga orang
temannya, Daeng, Umar dan Haris harus main kucing-kucingan dengan
kondektur selama dalam perjalanan. Daripada terus gelisah karena takut
ketahuan dan diturunkan ditempat sepi, mereka akhirnya memilih turun di
Stasiun Tugu, Yogyakarta. Dari Yogya mereka naik kereta lagi menuju
Solo.
Ketika
di Solo Rhoma melanjutkan sekolahnya di SMA St. Joseph. Biaya
sekolahnya diperoleh dari ngamen dan menjual beberapa potong pakaian
yang dibawanya
dari Jakarta. Namun karena di Solo sekolahnya tidak lulus, Rhoma harus
pulang ke Jakarta dan melanjutkan sekolah di SMA 17 Agustus sampai
akhirnya lulus tahun 1964. Kemudian, ia kuliah di Fakultas Sosial
Politik, Universitas 17 Agustus. Tapi, hal tersebut hanya bertahan satu
tahun karena ketertarikannya pada dunia musik yang begitu besar.
Musik
pop dan rock merupakan langkah pertama Rhoma sebagai pemusik dan
penyanyi. Seperti dikisahkan kakak kandungnya, Benny Muharram, bahwa
Rhoma sempat enggan merekam lagu Melayu yang ditawarkan oleh Dick Tamimi
dari perusahaan rekaman Dimita Moulding Company pada tahun 1967,
meskipun sebelumnya dia sudah sering menyanyi bersama sejumlah orkes
melayu.
Selain
menjadi penyanyi Orkes Melayu Candraleka dan Indraprasta, Rhoma juga
melantunkan suaranya bersama Band Tornado dan Varia Irama Melody.
Bersama band-band tersebut Rhoma membawakan lagu-lagu pop barat dan
menyanyi sambil meniru persis suara Paul Anka melalui lagu yang
berjudul Diana ataupun Put Your Head On My Shoulder dan lagunya Andy Williams seperti, Butterfly, Moon River, serta Tom Jones seperti, Green-green Grass of Home, Dellilah.
Rhoma memang sudah bergelut dengan musik pop sejak masih di bangku SMA.
Bersama teman-teman sekolahnya ia sempat membentuk Band Gayhand. Ketika
musik Rock n’ Roll melanda Indonesia, ternyata hal tersebut membuat
Rhoma terpesona hingga dalam hatinya ia bertekad “Elvis saja bisa
menjadi raja dengan gitarnya, saya juga bisa”.
Namun
begitu berada di dalam dunia musik, Rhoma ikut terbawa arusnya. Dengan
meniru gaya menyanyi Benyamis S. dan Ida Royani, Muchsin Alatas dan
Titiek Shandora yang sedang populer, Rhoma tidak keberatan diduetkan
dengan Inneke Kusumawati oleh Amin Widjaya dari perusahaan rekaman
Metropolitan dan Canary Records. Diiringi Band Zaenal Combo pimpinan
Zaenal Arifin, Rhoma dan Inneke rekaman dalam sejumlah lagu seperti,
Pujaan Hati, Di Rumah Saja, Bunga dan Kupu-kupu, Mohon Diri, Mabuk
Kepayang, Jangan Dekat-dekat, Anaknya Lima, Si Oteh, Lonceng Berbunyi,
Melati di Musim Kemarau dan Cinta Buta. Menurut Zakaria, pimpinan Orkes
Pancaran Muda yang salah satu lagunya, Anaknya Lima, dibawakan duet ini.
Munculnya pasangan Rhoma-Inneke sempat menggoyahkan popularitas Muchsin
Alatas dan Titiek Sandora.
Melihat
keberhasilannya berduet dengan Inneke, kemudian Zakaria menyarankan
Rhoma berduet dengan Wiwiek Abidin untuk mengikuti lomba menyanyi di
Singapura pada tahun 1971, dan duet Rhoma-Wiwiek berhasil menjadi juara.
Pada acara Panggung Gembira Hari Radio ke 26 di halaman gedung RRI Jln.
Merdeka Barat, 19 Januari 1971, walau termasuk masih baru, duet
Rhoma-Inneke menjadi pusat perhatian di antara penyanyi-penyanyi duet
lainnya, seperti, Elly Kasim-Tiar Ramon, Vivi Sumanti-Frans Doromez dan
Ida Royani- Benyamin Sueb. Duet Rhoma-Inneke juga diiringi oleh Band
Galaxi pimpinan Jopie Item ketika rekaman. Dengan pakem musik rock,
Jopie mengiringi Rhoma mengiringi sendirian dengan pekik dan teriakan
yang kemudian diteruskannya setelah mendirikan Soneta Group pada 13
Oktober 1970.
Pergaulan Rhoma dengan musik pop dan rock pula
yang mempertemukannya dengan pimpinan band perempuan Beach Girls yang
bernama Veronica Agustina Timbuleng dan lantas menikahinya pada tahun
1972. Pasangan ini dikaruniai tiga orang anak, yaitu Debbie Veramasari,
Fikri Zulfikar dan Romy Syahrial.
Arus industri musik juga sempat membawa Rhoma dan Vero bertrio dengan Debbie mengikuti
sukses Chicha dengan lagu Heli serta Yoan dengan lagu Si Kodok pada
tahun 1976. Akan tetapi, setelah memimpin grupnya sendiri, Soneta Group
yang bersemboyan Voice of Moslem
(Suara Muslim), Rhoma justru menjadi arus itu sendiri dengan
menyuntikkan musik rock ke dalam album dangdutnya yang pertama yang
berjudul ‘Begadang’, yang berisi lagu-lagu Begadang, Sengaja, Sampai
Pagi, Tung Keripit, Cinta Pertama, Kampungan, Ya Le Le, Tak Tega dan
Sedingin Salju. Akibatnya, Rhoma menyulut pro dan kontra. Komunitas
dangdut banyak yang keberatan, sementara kalangan pemusik rock menerima
dengan sinis. Ujung-ujungnya diadakan diskusi yang bertajuk “Sekitar
Musik Hard Rock dan Dangdut” di Gedung Merdeka Bandung pada akhir Juni
1976, dengan Maman S. dari majalah Aktuil sebagai penyelenggara, dan
menghadirkan pembicara Dr. Sudjoko dari ITB, Remy Silado, Benny Subarja
dan Denny Sabri sebagai wakil Rhoma yang tidak hadir. Ahmad Albar dan
Harry Roesli yang diundang tidak juga tidak kelihatan. Eksperimen Rhoma
yang semestinya dijadikan perhatian serius justru menjadi olok-olok
hingga timbul ejekan, seperti, tahi anjing dan bistik jangan
dibandingkan gado-gado. Grup rock God Bless dan Soneta dipertemukan di
Istora, pada 22 Desember 1977 dengan maksud melihat mana yang lebih
hebat, rock atau dangdut. Padahal, sebelum manggung Rhoma melepaskan
merpati putih sebagai tanda perdamaian.
Sebagaimana
diskusinya, pertunjukan di Istora tersebut juga tidak memberikan solusi
yang konkret. Grup musik rock tetap berjalan sebagaimana biasa,
sementara Rhoma justru terus berkibar dengan dangdut rocknya yang semakin membumi sampai-sampi masyarakat menjulukinya ‘Raja Dangdut’. Album-album rekamannya yang semakin ‘ngerock’
mengalir tanpa bisa dibendung, bahkan oleh pemerintah Orde Baru
sekalipun yang dengan alasan politik melarangnya tampil di stasiun
televisi satu-satunya saat itu, TVRI. Hal tersebut merupakan dampak atas
lagu-lagunya yang menyindir pemerintah, seperti pada lagu Hak Azasi.
Pada lagu tersebut dengan gagah berani Rhoma berbicara mengenai HAM,
kebebasan berbicara, beragama, bekerja dan sebagainya. Album rekamannya
menjadi arus yang memutar roda industri musik semakin kencang. Setelah
album Begadang menjadi sangat populer, menyusul album-album berikutnya,
seperti; Penasaran (1976), Rupiah (1976), Darah Muda (1977), Musik
(1977), 135 Juta (1978), Santai (1979), Hak Azasi (1980), Begadang II
(1981), Sahabat (1982), hingga Indonesia (1983), yang semuanya
diproduksi oleh Yukawi Corporation. Perusahaan rekaman ini lantas
berubah menjadi Soneta Records, milik Rhoma.
Langkah tegap
Rhoma semakin mantap dengan membintangi beberapa film, seperti; Oma
Irama Penasaran (1976), Gitar Tua Oma Irama (1977), Oma Irama Berkelana I
(1978), Oma Irama Berkelana II (1978), Begadang (1978), Raja Dangdut
(1978), Cinta Segitiga (1979), Camelia (1979), Perjuangan dan Doa
(1980), Melodi Cinta Rhoma Irama (1980), Badai di Awal Bahagia (1981),
Satria Bergitar (1984), Cinta Kembar (1984), Pengabdian (1985), Kemilau
Cinta di Langit Jingga (1985), Menggapai Matahari I (1986), Menggapai
Matahari II (1986), Nada-nada Rindu (1987), Bunga Desa (1988), Jaka
Swara (1990), Nada dan Dawah (1991), serta Tabir Biru (1994),
diteruskannya dengan penerbitan soundtrack yang laris manis. Dalam film
Darah Muda, Rhoma bahkan menggandeng Ucok Harahap dari grup rock Aka
yang pernah bertarung dengan Soneta Group di atas panggung. Pertarungan
musik rock dan dangdut juga adalah inti cerita film ini.
Berdasarkan
data penjualan kaset dan jumlah penonton film-film yang dibintanginya,
penggemar Rhoma tak kurang dari 15 juta atau 10% penduduk Indonesia. Ini
catatan sampai pertengahan tahun 1984. “Tidak
ada kesenian mutakhir yang memiliki lingkup sedemikian luas”, tulis
majalah Tempo pada 30 Juni 1984. sementara itu Rhoma sendiri berkata,
“Saya takut publikasi, ternyata, saya sudah terseret jauh”.
Data PT Perfin menyebutkan, hampir semua film
Rhoma laku. Bahkan, sebelum sebuah film selesai diproses orang sudah
membelinya, seperti film berjudul Satria Bergitar misalnya. Film yang
dibuat dengan biaya Rp 750 juta ini, ketika belum rampung sudah
memperoleh pialang Rp 400 juta. Menurut kakaknya, Benny, yang juga
produser PT Rhoma Film, Rhoma tidak pernah makan uang dari hasil film,
tetapi dari hasil penjualan kaset. Uang hasil film disumbangkan untuk,
antara lain, masjid, yatim piatu, kegiatan remaja dan perbaikan kampung.
Bahkan, pada tahun 1983 Rhoma membayar zakat sebesar Rp 6 juta.
Meskipun
demikian, jika dikaitkan dengan perolehan material, Rhoma bisa
dikatakan sebagai pemusik terkaya di negeri ini. Bayangkan, sebelum
pemusik lain naik mobil Mercy, ia sudah menikmati kenyamanan mobil mewah
itu sejak tahun 70-an. Hal tersebut terindikasi ketika membaca
wawancaranya dengan harian The Jakarta Post, saat Rhoma secara rendah
hati menyatakan punya
uang yang cukup meski tidak banyak. Hal itu masuk akal, mengingat
sejeblok-jebloknya kaset Rhoma Irama di pasaran, minimal akan terjual
sampai 400 ribu copy per album. Ini semakin menggelikan jika
dibandingkan dengan musisi di luar dangdut yang acapkali berbangga
secara berlebihan meski kasetnya hanya terjual tak lebih dari 100 ribu
copy.
Boleh jadi sampai kini kejayaan Rhoma belum tergantikan. Kalau dulu ada sebutan The Big Five
untuk para ‘Bintang Mahal’, seperti, Roby Sugara, Roy Marten dan Yati
Ocktavia, maka pada saat yang sama sebenarnya nilai kontrak Rhoma tetap
jauh di atas mereka. Bahkan, banyak produser film rela menunggu giliran
sampai tiga tahun hanya untuk dapat mengontrak Rhoma.
Selain itu, Rhoma
juga terhitung sebagai salah satu penghibur paling sukses dalam
mengumpulkan massa. Rhoma bukan hanya tampil di dalam negeri, tetapi ia
juga pernah tampil di Kuala Lumpur, Singapura dan Brunei Darussalam
dengan jumlah penonton yang hampir sama ketika ia tampil di Indonesia.
Beberapa media massa Indonesia melaporkan, bahwa, penonton pertunjukan
Rhoma di berbagai daerah ada yang jatuh pingsan atau celaka lantaran
terlalu berdesakan. Hal yang sangat disesalkan Rhoma sendiri. “Untuk
mendapatkan hiburan, mengapa mesti sampai jatuh korban begitu?” katanya.
Rhoma menyatakan, bahwa dirinya banyak dijadikan bahan rujukan penelitian. Ada sekitar 7 skripsi tentang dirinya dan musik yang telah dihasilkan.
Selain itu, peneliti asing juga kerap menjadikannya obyek penelitian,
salah satunya adalah William H. Frederick, Doktor Sosiologi, Universitas
Ohio, AS pada 1985 dengan judul; Rhoma Irama and The Dangdut Style: Aspect of Contemporary Indonesia Popular Culture, yang meneliti tentang kekuatan popularitas serta pengaruh Rhoma Irama pada masyarakat. Ia menyebutkan dalam tesisnya, bahwa: “Rhoma
Irama adalah revolusioner dalam dunia musik Indonesia. Hampir bisa
dipastikan, di Indonesia, Rhoma Irama adalah penghibur paling jempolan.
Sejak rapat-rapat raksasa di masa Demokrasi Terpimpin, acara panggung
yang paling banyak dibanjiri massa adalah panggung Rhoma Irama”. Lebih
lanjut ia mengatakan, “Bila di dunia musik Amerika sosok Mick Jagger
sangat berpengaruh, di Indonesia, bandingan sosok yang sepadan dengannya
ada pada figur Rhoma Irama. Kedua orang ini sama-sama jenius dan
otodidak. Keduanya mampu tampil ke posisi puncak musikalnya karena
kekuatan bakat alam yang luar biasa hebat.”
Pada akhir April 1994 Rhoma Irama menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Tanaka dari Life Record
Jepang di Tokyo. Sebanyak 200 buah judul lagunya akan direkam ke dalam
bahasa Inggris dan Jepang, untuk diedarkan di pasar Internasional.
Rencananya lagu-lagu tersebut dibuat dalam bentuk laser disc (LD) dan compact disc (CD).
Mereka
digambarkan sebagai raja dan ratu yang sama-sama mempunyai kerajaan.
Suasana itu makin kental dan legitim dengan hadirnya MURI (Museum Rekor
Indonesia -red.) yang memasukkan Rhoma dan Elvy sebagai raja dan ratu
dangdut Indonesia. Meski terlambat, tentu cukup menghibur. Soalnya, jauh
sebelum itu, di tahun 1985, majalah Asia Week telah menempatkan Rhoma
Irama sebagai raja musik Asia Tenggara.
Jumat, 04 Mei 2012
BIOGRAFI STEVE VAI
Steven Siro “Steve” Vai lahir pada tanggal 06 Juni 1960 di Carle Place, New York, Amerika Serikat adalah seorang virtuoso gitar yang telah tiga kali memenangkan Grammy Award. Dia juga seorang Komposer dan Produser yang telah menjual lebih dari 15 Juta album di seluruh dunia. Awal karir nya di mulai sebagai seorang transcriptionist untuk Frank Zappa. Vai ikut rekaman dan tur di bandnya Zappa selama dua tahun 1980 sampai 1982. Dia memulai solo karirnya pada tahun 1983 dan telah merilis delapan album semenjak itu. Setelah pisah dengan Zappa , Vai juga ikut rekaman dan tur bersama band-band lain seperti Public Image Ltd, Alcatrazz, David Lee Roth dan White Snake. Vai juga sering menjadi anggota di tur G3 yang di mulai pada tahun 1996. Favored Nation adalah label rekaman milik Vai yang di mulai pada tahun 1999 yang di gambarkan Vai sebagai “…Artis yang telah mencapai tingkat tertinggi dalam instrumen pilihannya”.
Vai mulai main gitar pada tahun 1973 di usia 13 tahun. Pada tahun 1974 dia mulai belajar gitar dengan seorang gitaris yaitu Joe Satriani dan mulai main di band-band lokal, salah satunya yang dikenal sebagai The Steve Vais. Dia mendapat pengaruh dari banyak gitaris seperti Jimi Hendrix, Jeff Beck, Brian May, Jimmy Page, Glen Buxton dan gitaris fussion Jazz Allan Holdsworth. Vai melanjutkan semua pelajaran gitar tersebut dengan masuk kuliah di Berklee College Of Music dan mengikuti audisi untuk Frank Zappa di usia dua puluh tahun.
Vai mengirimi Zappa surat berupa transkrip untuk lagu The Black Page, sebuah instrumental untuk drum, bersamaan dengan kaset yang berisi permainan gitar Vai. Zappa sangat terkesan dengan itu, dan pada tahun 1979 dia mempekerjakan Vai untuk mentranskipkan beberapa solo gitarnya, termasuk beberapa dari album Joe’s Garage dan beberapa seri dari Shut Up n’ Play Yer Guitar. Transkrip ini di publikasikan pada tahun 1982 dalam The Frank Zappa Guitar Book.
Sementara ia menjadi transkriber sewaan, Vai sering melakukan Overdubs pada banyak dari lagu-lagu Zappa yang ada di album You Are What You Is. Setelah itu dia menjadi anggota penuh di bandnya Zappa tersebut dan ikut tur pertama dengan Zappa pada musim gugur tahun 1980. Salah satu penampilan yang memuat Vai pada gitar di rekam di Bufallo, yang di rilis pada tahun 2007.
Setelah meninggalkan Zappa dia pindah ke California, dimana dia merekam album perdananya Flex Able pada tahun 1983 dan tampil di beberapa band. Pada tahun 1985 dia menggantikan posisi Yngwie Malmsteen di bandnya Graham Bonnet sebagai Lead gitaris Alcatrazz. Dimana dia ikut merekam album Disturbing The Peace. Kemudian pada tahun 1985 dia bergabung dengan mantan vokalis Van Halen yaitu David Lee Roth untuk merekam album Eat ‘Em And Smile dan Skyscraper.
Pada tahun 1986 Vai main di bandnya John Lydon Public Image pada album yang di beri judul Album (yang juga di kenal sebagai Compact Disc atau Kaset). Kemudian pada tahun 1989 Vai bergabung dengan WhiteSnake menggantikan posisi Vivian Campbell. Ketika Adrian Vandenberg mengalami kecelakaan pergelangan tangannya, Vai memainkan semua bagian gitar sendiri pada saat rekaman album Slip Of The Tounge. Vai juga main bersama Joe Satriani di albummnya Alice Cooper yang berjudul Hey Stoopid di lagu Feed My Frankenstein.
Vai terus mengadakan tur secara teratur, baik dengan bandnya sendiri maupun dengan gurunya Joe Satriani di tur G3. Mantan bassist David Lee Roth dan Mr Big, Billy Sheehan ikut bergabung dengannya pada saat tur. Pada tahun 1994, Vai mulai menulis dan merekam lagu dengan Ozzy Osbourne. Hanya satu track untuk sesi ini yaitu My Little Man yang di rilis di album Ozzmosis. Walaupun Vai yang menuis lagu ini, dia tidak tampil di album ini. Bagian gitarnya di gantikan oleh Zakk Wylde. Track lainnya Dyin’ Day muncul di album Vai Fire Garden. Anggota band Vai pada tahun 90-an adalah Mike Mangini pada drum, Mike Keneally pada gitar, dan Phillip Bynoe pada Bass. Pada tahun 1994, Vai menerima Grammy Award untuk penampilannya di lagu Frank Zappa yang berjudul Sofa dari album yang berjudul Zappa’s Universe.
Steve Vai Merilis sebuah DVD waktu tampil di astoria di Londonpada bulan Desember 2001. Anggota band pada saat itu adalah Billy Sheehan, gitaris/keyboardis Tony McAlpine, gitaris DaveWeiner dan seorang drummer asal Australia Virgil Donaty.
Pada bulan Februari 2005, Vai memainkan dual gitar perdananya (electric dan classical) yang di panggilnya dengan The Blossom Suite dengan seorang gitaris klasik Sharon Isbin di Châtelet Theater di Paris.
Banyak dari lagu-lagu Steve Vai di pakai dalam Video Game maupun sebagai Soundtrack Film.
Steve Vai tinggal di Encino, California dengan keluarganya. Vai menikah dengan Pia Maiocco, mantan pemain Bass Vixen. Vai dan Maiocco mempunyai dua orang anak, Julian dan Fire. Vai juga adalah seorang Vegetarian ketat. Vai mengatakan pada Veggies Rock bahwa
“Ini semua mempengaruhi musik saya sebagaimana yang Saya percayai bahwa
apapun yang kita masukkan ke dalam tubuh kita akan mempengaruhi cara
kita berpikir”. “Dan cara kita berpikir akan mempengaruhi apa yang akan
kita ciptakan. Jadi Saya tidak bisa mengatakan kepada kalian semua bahwa
menjadi vegetarian mempengaruhi musik Saya, namua Saya yakin itu ada
pengaruhnya.” Banyak dari para fans terkejut dengan gaya hidupnya
sebagai seorang vegetarian ini karena dia tidak pernah mengungkapkannya.
“Menurut Saya semua orang harus mencari apa yang terbaik buat
kehidupannya. Saya tidak menilai seseorang dari apa yang di makannya.
Itu dunia mereka dan semua orang harus menemukan apa yang tepat
buatnya”.
trim copy anya ya!!!!!
Senin, 05 Maret 2012
Profil Andra Ramadhan
Andra mengaku terlambat tertarik terhadap musik. karena baru SMP lewat ekskul musik. Pertama ia bermimpi untuk menjadi seo- rang drummer terkenal, tapi karena masalah biaya untuk membeli Drum sangat mahal dan setelah melihat teman2nya asyik memetik gitar, hobinya pun berganti. Bermodal gitar pinjaman, ia mulai belajar gitar, dan memang karena bakat, kemampuan dan teknik permainannya berkembang sangat pesat. Di SMPN 6 inilah, Andra bertemu dengan Dhani, Wawan, dan Erwin kemudian mereka sepakat untuk membentuk band dengan nama Dewa. Aliran rock yang pertama mereka geluti akhirnya pindah ke jazz akibat pengaruh Erwin. Mereka sempat menjuarai ajang Yamaha Musik pada waktu masih menggunakan nama Down Beat. Setelah itu mulai serius di dunia musik. Pada awalnya, Andra lebih memilih gitar yang berpenampilan sangar ketimbang karakter suara yang dihasilkan itu sendiri. Baru semenjak bergabung dengan Down Beat bersama Ahmad Dhani dan Erwin, ia mulai memperhatikan sound yang dihasilkan oleh tiap-tiap jenis gitar.
Masalah kemudian bergelayut pada kehidupan Andra yaitu ketika ia harus memilih antara karirnya sebagai pemusik atau meneruskan kuliahnya di jurusan desain interior. Dengan pertimbangan yang matang, akhirnya Andra memilih untuk terus meniti karir di dunia musik, tapi bukan berarti langkahnya tetap mulus, karena kedua orang tuanya tidak setuju kalau Andra harus melepaskan bangku kuliahnya. Layaknya orang tua biasa, mereka ingin melihat Andra meraih gelar sarjana seperti kelima kakaknya yang sudah selesai. Tapi akhirnya kedua orang tuanya mau mengerti dan memang terbukti pilihan Andra tepat. Setelah melepaskan kuliahnya, konsentrasinya ke Dewa 19 membuat kreativitasnya lebih tergali.
Down Beat yang kemudian berganti nama menjadi Dewa19 mulai merekam demo-demo lagu yang bernuansa jazz. Dkarenakan waktu itu atmosfer musik rock Indonesia sangat tidak menjanjikan. Baru pada saat grup rock debutan Slank muncul dan menjadi fenomena ditahun 1991, Dewa19 kembali ke jalur rock, meski masih ada sentuhan jazz dan pop. Dengan formasi awal Ahmad Dhani pada keyboard, Ari Lasso pada vocal, Erwin pada bass, dan Wawan pada drum akhirnya tahun 1992 album pertama pun direlease dengan mengandalkan hits Kita Tidak Sedang Bercinta Lagi dan Kangen yang mendapat sambutan luar biasa. Dua tahun kemudian album ke-2 direlease dengan judul Format Masa Depan. Lagi-lagi dua hits andalan Tak 'kan Ada Cinta Yang Lain dan Aku Milikmu mendapat sambutan yang baik. Permainan Andra di dua album pertama masih bernuansa rock '80. Bahkan di lagu Aku Milikmu dan Kangen, permainan solo gitar Andra bisa dibilang bernuansa Vitto Bratta (White Lion).
Album ke-3 berjudul Terbaik Terbaik direlease pada tahun 1995. Jangan terkecoh dengan judulnya karena album ini bukan album The Best. Hits yang menjadi andalan adalah Satu Hati, Cinta 'kan Membawamu Kembali, Satu Hati, dan sebuah lagu CUkup Situ Nurbaya yang kemudian menjadi lagu yang paling sering dibawakan oleh band-band muda di ajang festival-festival atau pagelaran musik. Gaya permainan glam rock Andra banyak menjadi inspirasi anak-anak muda untuk belajar gitar dan nge-band. Tahun 1997, album Pandawa Lima direlease. Kali ini menjagokan hits Kirana, Aku Disini Untukmu, dan Kamulah Satu-satunya.
Tahun 1998 Andra ikut serta dalam proyek solo Ahmad Dhani yang bernama Ahmad Band. Kali ini ia tak hanya menjadi gitaris tunggal, namun berduet dengan Pay (ex- gitaris Slank), Bonky (ex- bassis Slank), dan Bimo (drum). Albumnya diberi nama Ideologi, Sikap, Otak yang melempar 2 hits : Distorsi dan Aku Cinta Kau dan Dia.
Tahun 2000 Dewa mengalami perubahan formasi dengan keluarnya Ari Lasso. Ia digantikan oleh Once yang memiliki karakter vocal berbeda dengan Ari Lasso. Untuk alasan itulah nama Dewa19 dirubah menjadi Dewa saja. Di album Bintang Lima yang direlease tahun 2000 ini, untuk pertama kalinya Dewa meraih penjualan album menembus angka 1 juta keping. Di album ini permainan gitar Andra tak lagi bernuansa rock 80's tapi lebih ke rock 70's dengan musik bergaya Queen. Album ini mengandung banyak lagu-lagu hits seperti Roman Picisan, Dua Sejoli, Risalah Hati, Sepauh Nafas, dan lain-lain. Album berikutnya, Cintailah Cinta masih bernuansa seperti album sebelumnya dan kali ini mengandalkan lagu-lagu jagoan Arjuna, Pupus, dan Angin. Namun permainan solo gitar Andra kurang mendapat tempat, tidak seperti di era Dewa19 dulu. Meskipun begitu, pada tahun 2004 album terbaru Dewa, Laskar CInta yang bernuansa sedikit techno kembali cukup memberi porsi pada permainan gitar Andra.
Untuk urusan gitar, yang pertama digunakan adalah Aria Pro tipe Stratocaster untuk pembuatan album pertama dan penampilan live nya. Kemudian setelah mencoba Fender ia mulai menggunakan gitar tersebut. Untuk mendapatkan sound yang lebih baik, ia kemudian memasang pickup Dimarzio pada gitar Aria Pro nya. Namun kemudian ia lebih memilih menggunakan Fender Classic Stratocaster sampai album Dewa19 yang ke empat.
Tahun 2006 ini, Andra dan Dewa merelease album terbaru yang berjudul Republik Cinta, dan Dewa kembali memakai judul Dewa19 sebagai nama band.
Nama Asli : Andra Junaidi Ramadhan
Tempat/Tgl Lahir : Surabaya, 17 Juni 1972
Gaya Permainan : Rock, Jazz
Group Band : Dewa
Pengaruh musikal : Joe Satriani, Dave Navarro, Scott Henderson, Pat Metheny
Gitar Yang Digunakan : Parker, PRS, Fender Stratocaster, G&L
Pickup Yang Digunakan : Dimarzio Fred, Seymour Duncan '59
Kabinet Speaker : Marshall 4x12
Efek : Line 6 Stomp Box, Rocktron Replifex, Ibanez Tube Screamer TS9
Head Ampli : Legacy Steve Vai
Masalah kemudian bergelayut pada kehidupan Andra yaitu ketika ia harus memilih antara karirnya sebagai pemusik atau meneruskan kuliahnya di jurusan desain interior. Dengan pertimbangan yang matang, akhirnya Andra memilih untuk terus meniti karir di dunia musik, tapi bukan berarti langkahnya tetap mulus, karena kedua orang tuanya tidak setuju kalau Andra harus melepaskan bangku kuliahnya. Layaknya orang tua biasa, mereka ingin melihat Andra meraih gelar sarjana seperti kelima kakaknya yang sudah selesai. Tapi akhirnya kedua orang tuanya mau mengerti dan memang terbukti pilihan Andra tepat. Setelah melepaskan kuliahnya, konsentrasinya ke Dewa 19 membuat kreativitasnya lebih tergali.
Down Beat yang kemudian berganti nama menjadi Dewa19 mulai merekam demo-demo lagu yang bernuansa jazz. Dkarenakan waktu itu atmosfer musik rock Indonesia sangat tidak menjanjikan. Baru pada saat grup rock debutan Slank muncul dan menjadi fenomena ditahun 1991, Dewa19 kembali ke jalur rock, meski masih ada sentuhan jazz dan pop. Dengan formasi awal Ahmad Dhani pada keyboard, Ari Lasso pada vocal, Erwin pada bass, dan Wawan pada drum akhirnya tahun 1992 album pertama pun direlease dengan mengandalkan hits Kita Tidak Sedang Bercinta Lagi dan Kangen yang mendapat sambutan luar biasa. Dua tahun kemudian album ke-2 direlease dengan judul Format Masa Depan. Lagi-lagi dua hits andalan Tak 'kan Ada Cinta Yang Lain dan Aku Milikmu mendapat sambutan yang baik. Permainan Andra di dua album pertama masih bernuansa rock '80. Bahkan di lagu Aku Milikmu dan Kangen, permainan solo gitar Andra bisa dibilang bernuansa Vitto Bratta (White Lion).
Album ke-3 berjudul Terbaik Terbaik direlease pada tahun 1995. Jangan terkecoh dengan judulnya karena album ini bukan album The Best. Hits yang menjadi andalan adalah Satu Hati, Cinta 'kan Membawamu Kembali, Satu Hati, dan sebuah lagu CUkup Situ Nurbaya yang kemudian menjadi lagu yang paling sering dibawakan oleh band-band muda di ajang festival-festival atau pagelaran musik. Gaya permainan glam rock Andra banyak menjadi inspirasi anak-anak muda untuk belajar gitar dan nge-band. Tahun 1997, album Pandawa Lima direlease. Kali ini menjagokan hits Kirana, Aku Disini Untukmu, dan Kamulah Satu-satunya.
Tahun 1998 Andra ikut serta dalam proyek solo Ahmad Dhani yang bernama Ahmad Band. Kali ini ia tak hanya menjadi gitaris tunggal, namun berduet dengan Pay (ex- gitaris Slank), Bonky (ex- bassis Slank), dan Bimo (drum). Albumnya diberi nama Ideologi, Sikap, Otak yang melempar 2 hits : Distorsi dan Aku Cinta Kau dan Dia.
Tahun 2000 Dewa mengalami perubahan formasi dengan keluarnya Ari Lasso. Ia digantikan oleh Once yang memiliki karakter vocal berbeda dengan Ari Lasso. Untuk alasan itulah nama Dewa19 dirubah menjadi Dewa saja. Di album Bintang Lima yang direlease tahun 2000 ini, untuk pertama kalinya Dewa meraih penjualan album menembus angka 1 juta keping. Di album ini permainan gitar Andra tak lagi bernuansa rock 80's tapi lebih ke rock 70's dengan musik bergaya Queen. Album ini mengandung banyak lagu-lagu hits seperti Roman Picisan, Dua Sejoli, Risalah Hati, Sepauh Nafas, dan lain-lain. Album berikutnya, Cintailah Cinta masih bernuansa seperti album sebelumnya dan kali ini mengandalkan lagu-lagu jagoan Arjuna, Pupus, dan Angin. Namun permainan solo gitar Andra kurang mendapat tempat, tidak seperti di era Dewa19 dulu. Meskipun begitu, pada tahun 2004 album terbaru Dewa, Laskar CInta yang bernuansa sedikit techno kembali cukup memberi porsi pada permainan gitar Andra.
Untuk urusan gitar, yang pertama digunakan adalah Aria Pro tipe Stratocaster untuk pembuatan album pertama dan penampilan live nya. Kemudian setelah mencoba Fender ia mulai menggunakan gitar tersebut. Untuk mendapatkan sound yang lebih baik, ia kemudian memasang pickup Dimarzio pada gitar Aria Pro nya. Namun kemudian ia lebih memilih menggunakan Fender Classic Stratocaster sampai album Dewa19 yang ke empat.
Tahun 2006 ini, Andra dan Dewa merelease album terbaru yang berjudul Republik Cinta, dan Dewa kembali memakai judul Dewa19 sebagai nama band.
Nama Asli : Andra Junaidi Ramadhan
Tempat/Tgl Lahir : Surabaya, 17 Juni 1972
Gaya Permainan : Rock, Jazz
Group Band : Dewa
Pengaruh musikal : Joe Satriani, Dave Navarro, Scott Henderson, Pat Metheny
Gitar Yang Digunakan : Parker, PRS, Fender Stratocaster, G&L
Pickup Yang Digunakan : Dimarzio Fred, Seymour Duncan '59
Kabinet Speaker : Marshall 4x12
Efek : Line 6 Stomp Box, Rocktron Replifex, Ibanez Tube Screamer TS9
Head Ampli : Legacy Steve Vai
Minggu, 19 Februari 2012
PANTAI DAMAS
pantai damas yang letaknya di selatannya pantai prigi, yang jalanya masih terjal, dan masih alaminya pemandangan. jarang ada turis lokal apalagi asing. hanya orang yang ngenthang, ngedate mbojes saja yang sering aku temukan selain para petani n nelayan asli situ jan huftd,,,,,
Rabu, 02 Maret 2011
Jumat, 11 Februari 2011
Langganan:
Postingan (Atom)